Asal-usul ayam Kedu hitam sampai saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak versi yang beredar di masyarakat diantaranya versi "MAKUKUHAN" dan versi "TJOKROMIHARJO".
Versi "MAKUKUHAN" mengatakan bahwa ayam Kedu ini pada berakhirnya kerajaan Majapahit dibawa ke Kerajaan Demak oleh Ki Ageng Makukuhan, dan berkembang sampai ke daerah Kedu. Versi ini sudah melegenda di desa Kedu dan sekitarnya.
Versi lain diperkenalkan oleh seorang masyarakat dari desa Kalikuto Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang bernama Tjokromiharjo. Versi pak Tjokro menceritakan bahwa ayam Kedu asalnya bukan dari daerah Kedu. Ayam Kedu merupakan hasil persilangan dari beberapa generasi ayam dari Inggris yang dibawa oleh Rafles dengan ayam lokal dari daerah Dieng, Jawa Tengah.
Jenis ayam yang dibawa oleh Rafles tersebut diperkirakan ayam DORKING dan keturunan dari hasil perkawinan tersebut menyebar sampai ke daerah Kedu dan sekitarnya.
Nama ayam Kedu muncul pada tahun 1926, sebelumnya nama ayam Kedu adalah ayam hitam. Nama ayam hitam dikenal pada tahun 1924, pada waktu itu Pak Tjokro mengikutkan ayam hitamnya di Pekan Raya Surabaya dan mendapat hadiah utama. Pada tahun 1926 ayam hitam Pak Tjokro diikutkan lagi di Pekan Raya Semarang dan mendapat juara lagi. Karena banyak ayam hitam yang ikut pada lomba tersebut untuk membedakan ayam Pak Tjokro diberikan nama ayam hitam Kedu sesuai daerah asal Pak Tjokro yaitu Karisidenan Kedu. Nama ayam hitam Kedu kemudian disingkat menjadi ayam Kedu.
Ayam Kedu merupakan salah satu kelompok ayam dari berbagai ternak unggas di Indonesia yang hidup dan berkembang di dalam wilayah Kedu Kabupaten Temanggung.
Warna bulu ayam Kedu sangat bervariasi dari putih, blorok, wido, abu, merah dan hitam, namun terdapat kecenderungan peternak untuk mengembangkan hanya yang berwarna hitam polos atau hitam dengan sedikit warna merah tua didaerah leher dan punggung
Ayam Kedu termasuk dalam tipe Dwiguna, yaitu ayam yang dapat diambil manfaatnya berupa daging dan telurnya dan juga untuk hobi (biasanya ayam Kedu hitam/Cemani).
Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan ternak ayam Kedu adalah rendahnya produktivitas ayam Kedu karena sistem pengelolaannya masih menggunakan cara tradisional, sehingga upaya yang dilakukan adalah mengubah pengembangan ayam Kedu dari pola tradisional menjadi berwawasan agribisnis.
Untuk itu ada beberapa faktor pendukung yang perlu diperbaiki, yaitu mulai dari pengelolaan sarana produksi, teknologi yang tepat guna, dukungan permodalan, pemasaran serta peternak yang berwawasan bisnis.
Ayam Kedu merupakan salah satu jenis ayam buras yang telah populer sejak lama dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat di pedesaan. Ayam Kedu dipelihara dengan berbagai tujuan dan manfaat antara lain sebagai penghasil daging dan telur, serta untuk menambah pendapatan serta sebagai hobi, khususnya untuk ayam Cemani dan ayam Kedu hitam.
Ada berbagai alasan yang mendorong masyarakat untuk membudidayakan ayam Kedu, antara lain karena ayam Kedu bisa cepat berkembang biak. Daging dan telur ayam ini banyak diminati konsumen sehingga tidak ada kesulitan dalam pemasarannya walaupun harganya relatif lebih mahal dari jenis unggas lainnya.
Manfaat langsung yang dapat diperoleh peternak dari usaha budidaya ayam Kedu, antara lain:
• Keuntungan dari penjualan produknya, yaitu telur dan daging serya ayam hidup untuk hobi dan keperluan lain, sehingga penghasilan akan bertambah.
• Dengan sering mengkonsumsi telur dan daging ayam, maka kebutuhan protein hewani akan terpenuhi yang berpengaruh langsung pada kesehatan, kekuatan, pertumbuhan serta kecerdasan terutama pada anak-anak.
Secara teknis, sebetulnya budidaya ayam Kedu tidak terlalu menuntut penggunaan teknologi mutakhir, karena ayam Kedu memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dengan cepat, pakan mudah dan dapat juga memanfaatkan sisa-sisa hasil pertanian atau sisa-sisa dapur dan lebih tahan terhadap serangan penyakit.
Dari karakteristik ayam Kedu dan peluang bisnis yang tinggi, maka ayam Kedu sangat berpeluang untuk dikembangkan secara komersial.
Upaya pengembangan ayam Kedu perlu terus dilakukan dengan penerapan teknologi SAPTA USAHA (bibit, kandang, pakan, kesehatan, pengelolaan reproduksi, penanganan pasca panen dan manajemen). Sistem pemeliharaan ayam Kedu dari pola tradisional menjadi berorientasi bisnis (pasar) harus melalui pendekatan sistem agribisnis secara utuh.
Baca juga:
Cara beternak Ayam Kate yang benar untuk pemula
Cara mengawinkan Ayam Ketawa untuk diternakkan
Perawatan Ayam Bangkok petarung sejak dini
Demikian informasi tentang "Mengenal Ayam Kedu dan peluang bisnisnya yang cukup menjanjikan". Untuk informasi lain seputar Ayam Kedu, dapat dibaca pada artikel OKB lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
0 comments:
Post a Comment